Pergerakan
Nasional di Indonesia
A. Faktor Pendorong Lahirnya
Nasionalisme Indonesia
1.
Faktor Intern
Faktor-faktor intern (dari dalam) yang
menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai
berikut.
a.
Kejayaan Bangsa Indonesia sebelum Kedatangan Bangsa Barat Sebelum kedatangan bangsa Barat, di
wilayah Nusantara sudah berdiri kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya,
Mataram, dan Majapahit. Kejayaan masa lampau itu menjadi sumber inspirasi untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
b.
Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage (Pengerukan Kekayaan)
Pengerukan kekayaan yang diterapkan
oleh pemerintah colonial antara lain dengan cara menarik pajak yang tinggi
kepada rakyat pribumi. Politik itu mencapai puncaknya ketika diterapkan sistem
tanam paksa yang dilanjutkan dengan sistem ekonomi liberal.
c.
Adanya Diskriminasi Rasial
Diskriminasi merupakan hal menonjol
yang diterapkan oleh pemerintah colonial Belanda dalam kehidupan social pada
awal abad ke-20. Dalam bidang pemerintahan, tidak semua jabatan tersedia bagi
kaum pribumi. Walaupun dengan pendidikan dan keahlian yang sama, orang pribumi
harus menduduki jabatan yang lebih rendah daripada jabatan yang dipegang oleh
orang Belanda. Pada jabatan yang sama, gaji orang pribumi lebih kecil dibandingkan
dengan orang Belanda.
d.
Munculnya Golongan Terpelajar
Pada awal abad ke-20, pendidikan
mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah colonial. Hal itu sejalan
dengan diterapkannya politik etis. Namun, hanya sebagian kecil anak-anak
Indonesia yang mempunyai kesempatan untuk medapatkan pendidikan di
sekolah-sekolah modern. Melalui penguasaan bahasa asing yang diajarkan di
sekolah-sekolah modern itu, mereka dapat mempelajari berbagai ide-ide dan
paham-paham baru yang berkembang di Barat, seperti ide tentang hak asasi
manusia, liberalism, nasionalisme, dan demokrasi.
2.
Faktor Ekstern
Lahir dan berkembangnya nasionalisme
Indonesia juga didorong oleh faktor-faktor ekstern, antara lain sebagai
berikut.
a.
Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1904-1905)
Kemenangan Jepang dalam Perang
Rusia-Jepang(1904-1905) telah
berhasil
mengguncangkan dunia. Bangsa kulit putih yang selama berabad-abad dianggap
superior ternyata dapat dikalahkan oleh bangsa kulit berwarna. Kemenangan
Jepang tersebut berhasil menggugah kesadaran bangsa-bangsa Asia dan Afrika
untuk melawan penjajahan bangsa-bangsa kulit putih.
b.
Kebangkitan Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika
Kebangkitan nasional bangsa-bangsa
Asia-Afrika memberikan dorongan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk bangkit
melawan penindasan pemerintah colonial. Beberapa bangsa yang telah lebih dahulu
berjuang menentang dominasi bangsa Barat sehingga mendorong lahirnya
nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Nasionalisme Turki dengan tokohnya Mustofa Kemal Pasha yang berhasil
membangkitkan negerinya menjadi bangsa yang modern,
2.
Pemberontakan Boxer di Cina(1899) melawan kesewenag-wenangan bangsa Barat,
3.
Pemberontakan rakyat Filipina terhadap penjajahan Spanyol,
4.
Revolusi Tiongkok(1911) dan pembentukan Partai Kuomintang oleh Sun
Yat
Sen yang berhasil menjadikan Cina sebagai negara merdeka pada tahun
1912,
5.
Kebangkitan nasionalisme India dan munculnya tokoh karismatik, Mahatma Gandhi.
c.
Masuknya Paham-Paham Baru
Paham-paham baru seperti liberalism,
demokrasi, dan nasionalisme muncul setelah terjadinya Revolusi Amerika dan
Revolusi Perancis. Hubungan antara Asia dan Eropa menyebabkan paham-paham itu
menyebar dari Eropa ke Asia, termasuk ke Indonesia. Pembukaan Terusan Suez
menjadikan hubungan Asia-Eropa semakin intensif. Paham-paham baru tersebut
membangkitkan semangat nasionalisme bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia.
B. Organisasi-Organisasi
Pergerakan Nasional Indonesia
1.
Boedi Oetomo
Melalui semangat hendak meningkatkan
martabat rakyat, Mas Ngabehi Wahidin Soedirohusodo, seorang dokter Jawa dan
termasuk priayi, dalam tahun 1906-1907 melakukan kampanye di kalangan priai di Pulau
Jawa. Pada akhir tahu 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di
Batavia. Pertemuan tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang
diberi nama Boedi Oetomo pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo
kemudian ditunjuk sebagai ketuanya.
Pada awal berfirinya hingga bulan
Oktober 1908, Boedi Oetomo merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA
sebagai anggota intinya. Tujuan Boedi Oetomo dituliskan secara samar-samar,
yaitu “kemajuan bagi Hindia”. Ruang geraknya masih terbatas di Jawa dan Madura dengan
tidak membedakan keturunan, jenis kelamin, dan agama. Hingga menjelang kongres
pertama terdapat 8 cabang Boedi Oetomo, yaitu di Batavia, Bogor, Bandung,
Yogyakarta I, Yogyakarta II, Magelang, Surabaya, dan Probolinggo. Setelah
cita-cita Boedi Oetomo mendapat dukungan yang luas dari kalangan cendekiawan
Jawa, kaum pelajar mulai menyingkir dari barisan depan. Sebagian dari mereka
menginginkan agar yang lebih tua memegang peran bagi gerakan itu.
Ketika kongres Boedi Oetomo berlangsung
di Yogyakarta, pimpinan beralih ke generasi yang lebih tua, terutama dari
kalangan priayi rendahan. Kongres tersebut mengangkat Tirtokusumo, Bupati
Karanganyar, sebagai ketua baru dan Yogyakarta sebagai pusatnya. Setelah melalui
perdebatan yang panjang, kongres memutuskan bahwa Boedi Oetomo tidak berpolitik
dan jangkauan pergerakannya hanya terbatas di Pulau Jawa dan Madura. Namun,
dalam perkembangannya Tirtokusumo sebagai ketua yang baru lebih cenderung
memerhatikan reaksi dari pemerintah colonial daripada reaksi penduduk pribumi.
2.
Sarekat Islam
Pada akhir tahun 1911, Haji Samanhudi
di Solo menghimpun para pengusaha batik di dalam sebuah organisasi yang
bercorak agama dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang Islam(SDI). Pembentukan
organisasi itu merupakan reaksi terhadap monopoli penjualan bahan-bahan baku
oleh pedagang-pedagang Cina yang dirasakan sangat merugikan mereka. Setahun
kemudian, pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam
dengan ketuanya Haji Oemar Said Tjokroaminoto, sedangkan Samahudi sebagai ketua
kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya menjadi lebih
luas, bukan hanya dari kalangan pedagang. Permasalahan utama yang menjadi inti
perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan
kesombongan rasial. Berbeda dengan Boedi Oetomo, keanggotaan Sarekat Islam
bersifat terbuka sehingga berhasil menyentuh lapisan masyarakat bawah yang
sejak berabad-abad paling banyak menderita.
Apabila dilihat anggaran dasarnya,
tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut.
a.
Mengembangkan jiwa dagang,
b.
Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesulitan,
c.
Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra,
d.
Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Berpuluh-puluh cabang SI berdiri di
seluruh Indonesia. Pertumbuhan yang cepat itu mengakibatkan sebagian besar
pengikutnya belum mempunyai penertian tujuan dan kegiatan SI, lebih-lebih bagi
mereka yang berada di pedesaan. Dalam kondisi yang demikian sudah barang tentu
timbul penyimpangan-penyimpangan dari perjuangan SI, antara lain beberapa aksi
massa yang mengatasnamakan SI untuk membenarkan tindakannya. Timbul beberapa
gerakan anti-Cina karena mereka dianggap sebagai penghalang usaha ekonomi
pribumi, seperti di Surakarta, Bangil, Tuban, Rembang, dan Kudus(1918),
sedangkan di Batavia berubah menjadi gerakan anti judi dan pelacuran.
3.
Indische Partij
Indische Partij berdiri di Bandung pada
tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai pengganti
organisasi Indische Bond, sebagai organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia
yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal
sebagai Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudhi), dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij
merupakan organisasi pergerakan nasional yang bersifat politik murni dengan semangat
nasionalisme modern.
Douwes Dekker melihat
kejanggalan-kejanggalan dalam masyarakat colonial, khususnya diskriminasi
antara golongan keturunan Belanda “totok” dengan kaum Indo (campuran). Ia tidak
hanya membela kepentingan golongan kecil masyarakat Indo, tetapi meluaskan
pandangannya terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya yang hidup dalam
penindasan pemerintahan colonial. Ia berpendapat bahwa nasib kaum Indo tidak
ditentukan oleh pemerintah colonial, melainkan terletak pada kerja sama dengan
penduduk Indonesia lainnya. Masyarakat Indische digambarkan sebagai satu
kesatuan antara golongan pribumi dan Indo-Eropa yang terdesak oleh pendatang
baru dari negeri Belanda.
Suwardi Suryaningrat melalui
tulisan-tulisannya di dalam Het Tijdschrift dan De Express melakukan propaganda
berisi penyadaran bagi golongan Indo dan penduduk bumiputra bahwa masa depan
mereka terancam oleh bahaya yang sama, yaitu exploitasi kolonial.
Guna persiapan pendirian Indische
Partij, Douwes Dekker melakukan perjalanan propaganda di Pulau Jawa mulai
tanggal 15 September hingga tanggal 3 Oktober 1912. Dalam perjalanan, ia
bertemu dengan dr. Cipto Mangunkusumo. Ketika berada di Bandung, ia mendapat
dukungan dari Suwardi Suryaningrat dan Abdul Muis yang pada waktu itu telah
menjadi pemimpin-pemimpin Sarekat Islam cabang Bandung. Di Yogyakarta, ia
mendapat sambutan dari pengurus Boedi Oetomo. Redaktur-redaktur surat kabar
Jawa Tengah di Semarang dan Tjahaya Timoer di Malang juga mendukung berdirinya
Indische Partij. Bukti nyata dari banyaknya dukungan itu adalah dengan
didirikannya 30 cabang Indische Partij dengan anggota sebanyak 7300 orang.
Kebanyakan dari anggota itu adalah orang Indo-Belanda, sedangkan jumlah anggota
dari golongan pribumi sebanyak 1500 orang.
4.
Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia didirikan pada
tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda, antara lain Sutan
Kasayangan dan R.N. Noto Suroto. Mula-mula organisasi itu bernama Indische
Vereeniging. Tujuannya adalah memajukan kepentingan-kepentingan bersama
orang-orang pribumi dan nonpribumi bukan Eropa di negeri Belanda. Pada mulanya,
organisasi tersebut hanya merupakan organisasi social. Akan tetapi, sejak
berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan imperialism di
kalangan pemimpin-pemimpin Indische Vereeniging semakin menonjol. Lebih-lebih
sejak adanya seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang hak untuk
menentukan nasib sendiri, sehingga keinginan para pelajar Indonesia untuk
merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat.
Pada tahun 1922, Indische Vereeniging
berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama
dalam bahasa Belanda juga digunakan nama dalam bahasa Indonesia, yaitu
Perhimpunan Indonesia. Dalam perkembangannya, hanya nama Perhimpunan Indonesia
saja yang dipakai. Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI bergerak dalam bidang
politik.
Untuk menyebarkan semangat
perjuangannya, PI menerbitkan majalah Hindia Putra. Dalam majalah tersebut,
pada bulan Maret 1923 disebutkan asas PI adalah
mengusahakan suatu
pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat
Indonesia semata-mata, bahwa hal yang demikian itu hanya akan dicapai oleh
orang Indonesia sendiri bukan dengan pertolongan siapapun juga; bahwa segala
jenis perpecahan tenaga haruslah dihindarkan supaya tujuan lekas tercapai.
Pada tahun 1924, majalah Hindia Putra diubah
namanya menjadi Indonesia Merdeka.
Meningkatnya kearah politik terutama
sejak kedatangan dua orang mahasiswa Indonesia yang belajar ke Belanda, yaitu
Ahmad Subardjo pada tahun 1919 dan Moh. Hatta pada tahun 1921. Pada tahun 1925
dibuatlah anggaran dasar baru yang merupakan penegasan dari perjuangan PI.
Didalamnya disebutkan bahwa kemerdekaan penuh bagi bangsa Indonesia hanya akan
diperoleh dengan aksi bersama secara serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan
berdasarkan kekuatan sendiri. Untuk itu, sangat diperlukan kekompakan rakyat
seluruhnya.
5.
Partai Komunis Indonesia
Benih-benih paham Marxisme dating dan
ditanamkan di Indonesia pada masa sebelum Perang Dunia I, yaitu saat datangnya
seorang pemimpin buruh Belanda bernama H.J.F.M Sneevliet. Di Indonesia, ia
mula-mula bekerja sebagai anggota staf redaksi surat kabar Soerabajasch
Handelsblad. Pada tahun 1913, ia pindah ke Semarang dan menjadi sekretaris
Semarangse Handelsvereniging. Bagi Sneevliet, menetap di Semarang lebih
menguntungkan karena kota itu merupakan pusat dari Vereniging van Spoor en
Tramweg Personeel (VSTP), serikat buruh tertua di Indonesia. Dalam waktu
singkat, Sneevliet berhasil membawa VSTP kearah yang lebih radikal.
Pada tanggal 9 Mei 1914, Sneevliet
bersama dengan orang-orang sosialis lainnya, seperti J.A. Brandsteder,
H.W.Dekker, dan P.Bergsma berhasil mendirikan Indische Sociaal-Demokratische
Vereniging (ISDV). Sneevliet dan kawan-kawannya merasa ISDV lambat berkembang
karena tidak mengakar dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, mereka
menganggap lebih efektif untuk bersekutu dengan gerakan yang lebih besar agar
dapat menjadi jembatan penghubung kepada rakyat Indonesia. Pada mulanya, mereka
bersekutu dengan Insulinde. Karena tidak memnuhi sasaran dan tujuan ISDV,
setelah satu tahu, kerja sama itu bubar.
Beberapa hal yang menyebabkan keberhasilan
ISDV melakukan penyusupan ke dalam tubuh SI adalah berikut ini :
a.
Central Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat SI masih sangat
lemah kekuasaannya sehingga setiap cabang bertindak sendiri-sendiri secara
bebas.
b.
Kondisi kepartaian pada saat itu memungkinkan seseorang menjadi anggota lebih
dari satu partai.
6.
Partai Nasional Indonesia
PNI dibentuk dibentuk di Bandung pada
tanggal 4 Juli 1927 dengan tokoh-tokohnya Ir.Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto
Mangunkusumo, Tilaar, Soedjadi, dan Sunaryo. Dalam Pengurus Besar PNI, Ir.
Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai sekretaris/bendahara, dan Dr.
Samsi sebagai komisaris. Sementara itu, dalam perekrutan anggota disebutkan
bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi anggota PNI, juga pegawai
negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata pemerintah kolonial.
Dalam anggaran dasarnya dinyatakan
bahwa tujuan PNI adalah bekerja untuk kemerdekaan Indonesia. Tujuan tersebut
hendak dicapai dengan asas “percaya pada diri sendiri”. Artinya, memperbaiki
keadaan politik, ekonomi, dan social dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri.
Sikapnya yang non-kooperatif diwujudkan antara lain dengan tidak ikut dalam
dewan-dewan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial. Ada dua macam cara yang
dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di dalam masyarakat,
yaitu sebagai berikut.
a.
Usaha ke dalam, yaitu usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara
lain mengadakan kursus-kursus, mendirikan
sekolah-sekolah, dan
bank-bank,
b.
Usaha ke luar dengan memperkuat opini public terhadap tujuan PNI,
antara
lain melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Banteng
priangan di Bandung dan persatuan Indonesia di
Batavia.
C. Upaya-Upaya Menggalang
Persatuan
1.
Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI)
Di kalangan pemimpin pergerakan
nasional muncul gagasan untuk membentuk gabungan (fusi) dari partai-parta
politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan
tindakan-tindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh
Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan Minahasa,
Sarekat Ambon, dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk
Komite Persatuan Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan
baik sehingga tidak satupun organisasi gabungan (fusi) yang dihasilkan. Kegagalan
membentuk fusi tidak mengundurkan semangat partai-partai politik untuk bersatu.
Setahun kemudian, upaya tersebut dilakukan lagi. Kali ini diprakarsai oleh PNI.
Upaya PNI itu ternyata membawa hasil. Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan
siding di Bandung yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PNI, Algemeene
Studieclub, PSI, Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatera, Kaum Betawi, dan
Indinesische Studieclub. Sidang tersebut memutuskan untuk membentuk
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
dengan tujuan sebagai berikut.
a.
Menyamakan arah aksi kebangsaan dan memperkuatnya dengan cara memperbaiki
organisasi dan dengan bekerja sama antara anggota-anggotanya.
b.
Menghindarkan perselisihan antara sesame anggotanya yang hanya bias melemahkan
aksi kebangsaan.
2.
Gerakan Pemuda
a.
Gerakan Pemuda Kedaerahan
Trikoro Dharmo merupakan organisasi
pemuda kedaerahan pertama di Indonesia. Trikoro Dharmo didirikan di Gedung
Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh pemuda-pemuda Jawa, seperti Satiman,
Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan Mawardi. Trikoro
Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi, dan Bhakti. Keanggotaan
Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa dan
Madura. Akan tetapi, kemudian diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang
meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok.
b.
Kongres Pemuda Indonesia
1.
Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang
didengung-dengungkan oleh PI dan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia telah
tertanam di dalam sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30
April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan Kongres Pemuda Indonesia yang pertama.
Kongres itu diikuti oleh semua perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan.
2.
Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun
setelah Kongres Pemuda Indonesia Pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober
1928. Kongres Pemuda Indonesia Pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober
1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulan-perkumpulan pemuda
ketika itu, antara lain: Pemuda Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche
Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong
Ambon, dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan
kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
D. Berkembangnya Taktik
Moderat dan Kooperatif dalam Pergerakan Nasional
Berkembangnya taktik moderat dan
kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut.
1.
Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada akhir
tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi itu tidak kunjung
reda.
2.
Kebijakan keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum
pergerakan, terutama golongan non-kooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan
yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah
colonial bertanggung jawab atas keadaan di Hindia Belanda.
3.
Pada tahun 1930-an, kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa
menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme dan Naziisme mengancam kedudukan
negara-negara demokrasi.
1.
Partindo (1931)
Penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI
terutama Ir. Soekarno merupakan pukulan yang berat bagi PNI. Pimpinan PNI
kemudian diambil alih oleh Sartono dan Anwari. Kedua tokoh itu memiliki gaya
yang lebih hati-hati sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan anggotanya. Bahkan,
banyak diantara para anggota PNI yang mengundurkan diri. Sartono kemudian
menginstruksikan agar semua kegiatan di cabang-cabang PNI untuk sementara waktu
dihentikan. Bahkan, ia kemudia berusaha untuk membubarkan PNI dan membentuk
partai baru. Pada Kongres Luar Biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931
diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan
pertentangan di kalangan pendukung PNI. Sartono bersama pendukungnya kemudian
membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.
2.
PNI Baru (1931)
Ketika Sartono membubarkan PNI pada
tahun 1930, banyak anggotanya yang tidak setuju. Mereka menyebut dirinya
sebagai golongan merdeka. Dengan giat mereka mendirikan studie club-studie club
baru, seperti Studie Club Nasional Indonesia di Jakarta dan Studie Club Rakyat
Indonesia di Bandung. Selanjutnya, mereka mendirikan Komite Perikatan Golongan
merdeka untuk menarik anggota-anggota PNI dan untuk menghadapi Partindo.
3.
Parindra (1935)
Pada bulan Desember 1935 di Solo
diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan
Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R.
Sutomo terpilih sebagai Ketua parindra dengan Surabaya sebagai pusatnya.
Tujuannya adalah mencapai Indonesia raya dan mulia. Cara yang hendak ditempuh
dengan memperkokoh semangat persatuan kebangsaan, berjuang untuk memperoleh
suatu pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan nasionalisme, serta berusaha
meningkatkan kesejahteraan rakyat baik dalam bidang ekonomi maupun sosial. Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya ialah
Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
4.
Gerindo (1937)
Setelah Partindo dibubarkan pada tahun
1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan. Sementara itu, Parindra
yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu, pada bulan
Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tokoh-tokohnya
yang terkenal ialah A.K. Gani, Moh Yamin, Amir Sayrifuddin, Sarino
Manunsarkoro, Nyonoprawoto, Sartono, dan Wilopo.
Gerindo bertujuan mencapai Indonesia
merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperasi. Dalam bidang politik, Gerindo
menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab kepada rakyat. Dalam bidang
ekonomi dibentuk Penuntun Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang bertujuan
mengumpulkan modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas
nasional-demokrasi-kooperasi. Dalam bidang social diperjuangkan persamaan hak
dan kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu, Gerindo menerima anggota
dari kalangan orang Indo, peranakan Cina, dan Arab.
5.
Petisi Sutardjo
Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo
Kartohadikusumo selaku wakil Persatuan Pegawai Bestuur dalam Volksraad
mengajukan usul yang kemudian dikenal dengan Petisi Soetardjo. Isi petisi
tersebut adalah meminta kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan
musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu
perubahan dalam waktu sepuluh tahun mendatang. Perubahan tersebut yaitu
pemberian status otonom kepada rakyat Indonesia meskipun tetap dalam lingkungan
kerajaan Belanda.
Sebelum Indonesia dapat berdiri
sendiri, Soetardjo mengusulkan untuk mengambil langkah-langkah memperbaiki
keadaan Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a.
Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya,
b.
Direktur departemen diberikan tanggung jawab,
c.
Dibentuk Dewan Kerajaan (Rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan
Indonesia yang anggota-anggotanya merupakn wakil-wakli kedua belah pihak.
d.
Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul, dan cita-citanya
memihak Indonesia.
6.
Perjuangan GAPI “Indonesia Berparlemen”
Penolakan Petisi Soetardjo mendorong
munculnya gerkan menuju kesatuan nasional, kesatuan aksi, dan hak untuk
menentukan nasib sendiri. Gerakan itu kemudian menjelma menjadi Gabungan
Politik Indonesia (GAPI). Pembentukan GAPI dipelopori oleh M.H. Thamrin dari Parindra.
Ide pembentukan GAPI pada umumnya
mendapat tanggapan baik di kalangan masyarakat luas. Pada tanggal 21 Mei 1939
dilaksanakan rapat umum di Gedung Permufakatan, Gang Kenari, Jakarta. Rapat itu
dihadiri oleh wakil-wakil dari Pasundan, Parindra, PSII, PII, dan Gerindo. M.H.
Thamrin menjelaskan bahwa tujuan pembentukan GAPI untuk membentuk sebuah badan
persatuan yang akan mempelajari dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam
pelaksanaanya, tiap-tiap organisasi tetap bebas untuk melakukan programnya
sendiri-sendiri.
Sumber : Buku Pendidikan
Pancasila dan
No comments:
Post a Comment
Masukan Komentar Anda..