Labels

Sunday, June 10, 2012

TUGAS II ( WAWASAN NUSANTARA )


Pergerakan Nasional di Indonesia

A. Faktor Pendorong Lahirnya Nasionalisme Indonesia

1. Faktor Intern
        Faktor-faktor intern (dari dalam) yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Kejayaan Bangsa Indonesia sebelum Kedatangan Bangsa Barat Sebelum kedatangan bangsa Barat, di wilayah Nusantara sudah berdiri kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Mataram, dan Majapahit. Kejayaan masa lampau itu menjadi sumber inspirasi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
b. Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage (Pengerukan Kekayaan)
        Pengerukan kekayaan yang diterapkan oleh pemerintah colonial antara lain dengan cara menarik pajak yang tinggi kepada rakyat pribumi. Politik itu mencapai puncaknya ketika diterapkan sistem tanam paksa yang dilanjutkan dengan sistem ekonomi liberal.
c. Adanya Diskriminasi Rasial
        Diskriminasi merupakan hal menonjol yang diterapkan oleh pemerintah colonial Belanda dalam kehidupan social pada awal abad ke-20. Dalam bidang pemerintahan, tidak semua jabatan tersedia bagi kaum pribumi. Walaupun dengan pendidikan dan keahlian yang sama, orang pribumi harus menduduki jabatan yang lebih rendah daripada jabatan yang dipegang oleh orang Belanda. Pada jabatan yang sama, gaji orang pribumi lebih kecil dibandingkan dengan orang Belanda.
d. Munculnya Golongan Terpelajar
        Pada awal abad ke-20, pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah colonial. Hal itu sejalan dengan diterapkannya politik etis. Namun, hanya sebagian kecil anak-anak Indonesia yang mempunyai kesempatan untuk medapatkan pendidikan di sekolah-sekolah modern. Melalui penguasaan bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah modern itu, mereka dapat mempelajari berbagai ide-ide dan paham-paham baru yang berkembang di Barat, seperti ide tentang hak asasi manusia, liberalism, nasionalisme, dan demokrasi.
2. Faktor Ekstern
        Lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia juga didorong oleh faktor-faktor ekstern, antara lain sebagai berikut.
a. Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1904-1905)
        Kemenangan Jepang dalam Perang Rusia-Jepang(1904-1905) telah
berhasil mengguncangkan dunia. Bangsa kulit putih yang selama berabad-abad dianggap superior ternyata dapat dikalahkan oleh bangsa kulit berwarna. Kemenangan Jepang tersebut berhasil menggugah kesadaran bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk melawan penjajahan bangsa-bangsa kulit putih.
b. Kebangkitan Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika
        Kebangkitan nasional bangsa-bangsa Asia-Afrika memberikan dorongan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk bangkit melawan penindasan pemerintah colonial. Beberapa bangsa yang telah lebih dahulu berjuang menentang dominasi bangsa Barat sehingga mendorong lahirnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Nasionalisme Turki dengan tokohnya Mustofa Kemal Pasha yang berhasil membangkitkan negerinya menjadi bangsa yang modern,
2. Pemberontakan Boxer di Cina(1899) melawan kesewenag-wenangan bangsa Barat,
3. Pemberontakan rakyat Filipina terhadap penjajahan Spanyol,
4. Revolusi Tiongkok(1911) dan pembentukan Partai Kuomintang oleh Sun
Yat Sen yang berhasil menjadikan Cina sebagai negara merdeka pada tahun
1912,
5. Kebangkitan nasionalisme India dan munculnya tokoh karismatik, Mahatma Gandhi.
c. Masuknya Paham-Paham Baru
        Paham-paham baru seperti liberalism, demokrasi, dan nasionalisme muncul setelah terjadinya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Hubungan antara Asia dan Eropa menyebabkan paham-paham itu menyebar dari Eropa ke Asia, termasuk ke Indonesia. Pembukaan Terusan Suez menjadikan hubungan Asia-Eropa semakin intensif. Paham-paham baru tersebut membangkitkan semangat nasionalisme bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia.
B. Organisasi-Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia
1. Boedi Oetomo
        Melalui semangat hendak meningkatkan martabat rakyat, Mas Ngabehi Wahidin Soedirohusodo, seorang dokter Jawa dan termasuk priayi, dalam tahun 1906-1907 melakukan kampanye di kalangan priai di Pulau Jawa. Pada akhir tahu 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia. Pertemuan tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo kemudian ditunjuk sebagai ketuanya.
        Pada awal berfirinya hingga bulan Oktober 1908, Boedi Oetomo merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA sebagai anggota intinya. Tujuan Boedi Oetomo dituliskan secara samar-samar, yaitu “kemajuan bagi Hindia”. Ruang geraknya masih terbatas di Jawa dan Madura dengan tidak membedakan keturunan, jenis kelamin, dan agama. Hingga menjelang kongres pertama terdapat 8 cabang Boedi Oetomo, yaitu di Batavia, Bogor, Bandung, Yogyakarta I, Yogyakarta II, Magelang, Surabaya, dan Probolinggo. Setelah cita-cita Boedi Oetomo mendapat dukungan yang luas dari kalangan cendekiawan Jawa, kaum pelajar mulai menyingkir dari barisan depan. Sebagian dari mereka menginginkan agar yang lebih tua memegang peran bagi gerakan itu.
        Ketika kongres Boedi Oetomo berlangsung di Yogyakarta, pimpinan beralih ke generasi yang lebih tua, terutama dari kalangan priayi rendahan. Kongres tersebut mengangkat Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, sebagai ketua baru dan Yogyakarta sebagai pusatnya. Setelah melalui perdebatan yang panjang, kongres memutuskan bahwa Boedi Oetomo tidak berpolitik dan jangkauan pergerakannya hanya terbatas di Pulau Jawa dan Madura. Namun, dalam perkembangannya Tirtokusumo sebagai ketua yang baru lebih cenderung memerhatikan reaksi dari pemerintah colonial daripada reaksi penduduk pribumi.
2. Sarekat Islam
        Pada akhir tahun 1911, Haji Samanhudi di Solo menghimpun para pengusaha batik di dalam sebuah organisasi yang bercorak agama dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang Islam(SDI). Pembentukan organisasi itu merupakan reaksi terhadap monopoli penjualan bahan-bahan baku oleh pedagang-pedagang Cina yang dirasakan sangat merugikan mereka. Setahun kemudian, pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam dengan ketuanya Haji Oemar Said Tjokroaminoto, sedangkan Samahudi sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya menjadi lebih luas, bukan hanya dari kalangan pedagang. Permasalahan utama yang menjadi inti perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan kesombongan rasial. Berbeda dengan Boedi Oetomo, keanggotaan Sarekat Islam bersifat terbuka sehingga berhasil menyentuh lapisan masyarakat bawah yang sejak berabad-abad paling banyak menderita.
        Apabila dilihat anggaran dasarnya, tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan jiwa dagang,
b. Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesulitan,
c. Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra,
d. Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
        Berpuluh-puluh cabang SI berdiri di seluruh Indonesia. Pertumbuhan yang cepat itu mengakibatkan sebagian besar pengikutnya belum mempunyai penertian tujuan dan kegiatan SI, lebih-lebih bagi mereka yang berada di pedesaan. Dalam kondisi yang demikian sudah barang tentu timbul penyimpangan-penyimpangan dari perjuangan SI, antara lain beberapa aksi massa yang mengatasnamakan SI untuk membenarkan tindakannya. Timbul beberapa gerakan anti-Cina karena mereka dianggap sebagai penghalang usaha ekonomi pribumi, seperti di Surakarta, Bangil, Tuban, Rembang, dan Kudus(1918), sedangkan di Batavia berubah menjadi gerakan anti judi dan pelacuran.
3. Indische Partij
        Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai pengganti organisasi Indische Bond, sebagai organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal sebagai Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudhi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij merupakan organisasi pergerakan nasional yang bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme modern.
        Douwes Dekker melihat kejanggalan-kejanggalan dalam masyarakat colonial, khususnya diskriminasi antara golongan keturunan Belanda “totok” dengan kaum Indo (campuran). Ia tidak hanya membela kepentingan golongan kecil masyarakat Indo, tetapi meluaskan pandangannya terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya yang hidup dalam penindasan pemerintahan colonial. Ia berpendapat bahwa nasib kaum Indo tidak ditentukan oleh pemerintah colonial, melainkan terletak pada kerja sama dengan penduduk Indonesia lainnya. Masyarakat Indische digambarkan sebagai satu kesatuan antara golongan pribumi dan Indo-Eropa yang terdesak oleh pendatang baru dari negeri Belanda.
        Suwardi Suryaningrat melalui tulisan-tulisannya di dalam Het Tijdschrift dan De Express melakukan propaganda berisi penyadaran bagi golongan Indo dan penduduk bumiputra bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama, yaitu exploitasi kolonial.
        Guna persiapan pendirian Indische Partij, Douwes Dekker melakukan perjalanan propaganda di Pulau Jawa mulai tanggal 15 September hingga tanggal 3 Oktober 1912. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan dr. Cipto Mangunkusumo. Ketika berada di Bandung, ia mendapat dukungan dari Suwardi Suryaningrat dan Abdul Muis yang pada waktu itu telah menjadi pemimpin-pemimpin Sarekat Islam cabang Bandung. Di Yogyakarta, ia mendapat sambutan dari pengurus Boedi Oetomo. Redaktur-redaktur surat kabar Jawa Tengah di Semarang dan Tjahaya Timoer di Malang juga mendukung berdirinya Indische Partij. Bukti nyata dari banyaknya dukungan itu adalah dengan didirikannya 30 cabang Indische Partij dengan anggota sebanyak 7300 orang. Kebanyakan dari anggota itu adalah orang Indo-Belanda, sedangkan jumlah anggota dari golongan pribumi sebanyak 1500 orang.
4. Perhimpunan Indonesia
        Perhimpunan Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda, antara lain Sutan Kasayangan dan R.N. Noto Suroto. Mula-mula organisasi itu bernama Indische Vereeniging. Tujuannya adalah memajukan kepentingan-kepentingan bersama orang-orang pribumi dan nonpribumi bukan Eropa di negeri Belanda. Pada mulanya, organisasi tersebut hanya merupakan organisasi social. Akan tetapi, sejak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan imperialism di kalangan pemimpin-pemimpin Indische Vereeniging semakin menonjol. Lebih-lebih sejak adanya seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, sehingga keinginan para pelajar Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat.
        Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama dalam bahasa Belanda juga digunakan nama dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia. Dalam perkembangannya, hanya nama Perhimpunan Indonesia saja yang dipakai. Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI bergerak dalam bidang politik.
        Untuk menyebarkan semangat perjuangannya, PI menerbitkan majalah Hindia Putra. Dalam majalah tersebut, pada bulan Maret 1923 disebutkan asas PI adalah
mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata, bahwa hal yang demikian itu hanya akan dicapai oleh orang Indonesia sendiri bukan dengan pertolongan siapapun juga; bahwa segala jenis perpecahan tenaga haruslah dihindarkan supaya tujuan lekas tercapai.
 Pada tahun 1924, majalah Hindia Putra diubah namanya menjadi Indonesia Merdeka.
        Meningkatnya kearah politik terutama sejak kedatangan dua orang mahasiswa Indonesia yang belajar ke Belanda, yaitu Ahmad Subardjo pada tahun 1919 dan Moh. Hatta pada tahun 1921. Pada tahun 1925 dibuatlah anggaran dasar baru yang merupakan penegasan dari perjuangan PI. Didalamnya disebutkan bahwa kemerdekaan penuh bagi bangsa Indonesia hanya akan diperoleh dengan aksi bersama secara serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan berdasarkan kekuatan sendiri. Untuk itu, sangat diperlukan kekompakan rakyat seluruhnya.
5. Partai Komunis Indonesia
        Benih-benih paham Marxisme dating dan ditanamkan di Indonesia pada masa sebelum Perang Dunia I, yaitu saat datangnya seorang pemimpin buruh Belanda bernama H.J.F.M Sneevliet. Di Indonesia, ia mula-mula bekerja sebagai anggota staf redaksi surat kabar Soerabajasch Handelsblad. Pada tahun 1913, ia pindah ke Semarang dan menjadi sekretaris Semarangse Handelsvereniging. Bagi Sneevliet, menetap di Semarang lebih menguntungkan karena kota itu merupakan pusat dari Vereniging van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP), serikat buruh tertua di Indonesia. Dalam waktu singkat, Sneevliet berhasil membawa VSTP kearah yang lebih radikal.
        Pada tanggal 9 Mei 1914, Sneevliet bersama dengan orang-orang sosialis lainnya, seperti J.A. Brandsteder, H.W.Dekker, dan P.Bergsma berhasil mendirikan Indische Sociaal-Demokratische Vereniging (ISDV). Sneevliet dan kawan-kawannya merasa ISDV lambat berkembang karena tidak mengakar dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, mereka menganggap lebih efektif untuk bersekutu dengan gerakan yang lebih besar agar dapat menjadi jembatan penghubung kepada rakyat Indonesia. Pada mulanya, mereka bersekutu dengan Insulinde. Karena tidak memnuhi sasaran dan tujuan ISDV, setelah satu tahu, kerja sama itu bubar.
Beberapa hal yang menyebabkan keberhasilan ISDV melakukan penyusupan ke dalam tubuh SI adalah berikut ini :
a. Central Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat SI masih sangat lemah kekuasaannya sehingga setiap cabang bertindak sendiri-sendiri secara bebas.
b. Kondisi kepartaian pada saat itu memungkinkan seseorang menjadi anggota lebih dari satu partai.
6. Partai Nasional Indonesia
        PNI dibentuk dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 dengan tokoh-tokohnya Ir.Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar, Soedjadi, dan Sunaryo. Dalam Pengurus Besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris. Sementara itu, dalam perekrutan anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata pemerintah kolonial.
        Dalam anggaran dasarnya dinyatakan bahwa tujuan PNI adalah bekerja untuk kemerdekaan Indonesia. Tujuan tersebut hendak dicapai dengan asas “percaya pada diri sendiri”. Artinya, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan social dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri. Sikapnya yang non-kooperatif diwujudkan antara lain dengan tidak ikut dalam dewan-dewan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial. Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut.
a. Usaha ke dalam, yaitu usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara
 lain mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah-sekolah, dan
bank-bank,
b. Usaha ke luar dengan memperkuat opini public terhadap tujuan PNI,
antara lain melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Banteng
 priangan di Bandung dan persatuan Indonesia di Batavia.
C. Upaya-Upaya Menggalang Persatuan
1. Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
        Di kalangan pemimpin pergerakan nasional muncul gagasan untuk membentuk gabungan (fusi) dari partai-parta politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan tindakan-tindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk Komite Persatuan Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan baik sehingga tidak satupun organisasi gabungan (fusi) yang dihasilkan. Kegagalan membentuk fusi tidak mengundurkan semangat partai-partai politik untuk bersatu. Setahun kemudian, upaya tersebut dilakukan lagi. Kali ini diprakarsai oleh PNI. Upaya PNI itu ternyata membawa hasil. Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan siding di Bandung yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PNI, Algemeene Studieclub, PSI, Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatera, Kaum Betawi, dan Indinesische Studieclub. Sidang tersebut memutuskan untuk membentuk Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut.
a. Menyamakan arah aksi kebangsaan dan memperkuatnya dengan cara memperbaiki organisasi dan dengan bekerja sama antara anggota-anggotanya.
b. Menghindarkan perselisihan antara sesame anggotanya yang hanya bias melemahkan aksi kebangsaan.
2. Gerakan Pemuda
a. Gerakan Pemuda Kedaerahan
        Trikoro Dharmo merupakan organisasi pemuda kedaerahan pertama di Indonesia. Trikoro Dharmo didirikan di Gedung Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh pemuda-pemuda Jawa, seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan Mawardi. Trikoro Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi, dan Bhakti. Keanggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa dan Madura. Akan tetapi, kemudian diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok.
b. Kongres Pemuda Indonesia
1. Kongres Pemuda I
        Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh PI dan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia telah tertanam di dalam sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan Kongres Pemuda Indonesia yang pertama. Kongres itu diikuti oleh semua perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan.
2. Kongres Pemuda II
        Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia Pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres Pemuda Indonesia Pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulan-perkumpulan pemuda ketika itu, antara lain: Pemuda Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong Ambon, dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
D. Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Pergerakan Nasional
        Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada akhir tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi itu tidak kunjung reda.
2. Kebijakan keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum pergerakan, terutama golongan non-kooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah colonial bertanggung jawab atas keadaan di Hindia Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme dan Naziisme mengancam kedudukan negara-negara demokrasi.
1. Partindo (1931)
        Penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI terutama Ir. Soekarno merupakan pukulan yang berat bagi PNI. Pimpinan PNI kemudian diambil alih oleh Sartono dan Anwari. Kedua tokoh itu memiliki gaya yang lebih hati-hati sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan anggotanya. Bahkan, banyak diantara para anggota PNI yang mengundurkan diri. Sartono kemudian menginstruksikan agar semua kegiatan di cabang-cabang PNI untuk sementara waktu dihentikan. Bahkan, ia kemudia berusaha untuk membubarkan PNI dan membentuk partai baru. Pada Kongres Luar Biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI. Sartono bersama pendukungnya kemudian membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.
2. PNI Baru (1931)
        Ketika Sartono membubarkan PNI pada tahun 1930, banyak anggotanya yang tidak setuju. Mereka menyebut dirinya sebagai golongan merdeka. Dengan giat mereka mendirikan studie club-studie club baru, seperti Studie Club Nasional Indonesia di Jakarta dan Studie Club Rakyat Indonesia di Bandung. Selanjutnya, mereka mendirikan Komite Perikatan Golongan merdeka untuk menarik anggota-anggota PNI dan untuk menghadapi Partindo.
3. Parindra (1935)
        Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Sutomo terpilih sebagai Ketua parindra dengan Surabaya sebagai pusatnya. Tujuannya adalah mencapai Indonesia raya dan mulia. Cara yang hendak ditempuh dengan memperkokoh semangat persatuan kebangsaan, berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan nasionalisme, serta berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat baik dalam bidang ekonomi maupun sosial.  Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya ialah Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
4. Gerindo (1937)
        Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan. Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K. Gani, Moh Yamin, Amir Sayrifuddin, Sarino Manunsarkoro, Nyonoprawoto, Sartono, dan Wilopo.
        Gerindo bertujuan mencapai Indonesia merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperasi. Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab kepada rakyat. Dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntun Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang bertujuan mengumpulkan modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi-kooperasi. Dalam bidang social diperjuangkan persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu, Gerindo menerima anggota dari kalangan orang Indo, peranakan Cina, dan Arab.
5. Petisi Sutardjo
        Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo selaku wakil Persatuan Pegawai Bestuur dalam Volksraad mengajukan usul yang kemudian dikenal dengan Petisi Soetardjo. Isi petisi tersebut adalah meminta kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu perubahan dalam waktu sepuluh tahun mendatang. Perubahan tersebut yaitu pemberian status otonom kepada rakyat Indonesia meskipun tetap dalam lingkungan kerajaan Belanda.
        Sebelum Indonesia dapat berdiri sendiri, Soetardjo mengusulkan untuk mengambil langkah-langkah memperbaiki keadaan Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya,
b. Direktur departemen diberikan tanggung jawab,
c. Dibentuk Dewan Kerajaan (Rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan Indonesia yang anggota-anggotanya merupakn wakil-wakli kedua belah pihak.
d. Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul, dan cita-citanya memihak Indonesia.
6. Perjuangan GAPI “Indonesia Berparlemen”
        Penolakan Petisi Soetardjo mendorong munculnya gerkan menuju kesatuan nasional, kesatuan aksi, dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Gerakan itu kemudian menjelma menjadi Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Pembentukan GAPI dipelopori oleh M.H. Thamrin dari Parindra.
        Ide pembentukan GAPI pada umumnya mendapat tanggapan baik di kalangan masyarakat luas. Pada tanggal 21 Mei 1939 dilaksanakan rapat umum di Gedung Permufakatan, Gang Kenari, Jakarta. Rapat itu dihadiri oleh wakil-wakil dari Pasundan, Parindra, PSII, PII, dan Gerindo. M.H. Thamrin menjelaskan bahwa tujuan pembentukan GAPI untuk membentuk sebuah badan persatuan yang akan mempelajari dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam pelaksanaanya, tiap-tiap organisasi tetap bebas untuk melakukan programnya sendiri-sendiri.
Sumber : Buku Pendidikan Pancasila dan

No comments:

Post a Comment

Masukan Komentar Anda..