Proses Terjadinya Proklamasi Kemerdekaan
dan Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Pada hakikatnya, setiap orang berhak
menentukan nasibnya sendiri. Setiap bangsa berhak pula mengatur segala aspek
kehidupan ketatanegaraannya. Namun, hal ini hanya berlaku pada negara yang
telah bebas dan merdeka. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang terjajah tidak akan
mungkin mewujudkan harapannya. Hal ini dikarenakan hak kemerdekaannya telah
dirampas oleh Negara imperialis-kolonialis. Oleh karena itu, perjuangan melawan
segala bentuk penjajahan menjadi isyarat munculnya keinginan untuk merdeka.
Bangsa Indonesia merupakan satu diantara beberapa negara di kawasan Asia yang
secara terus-menerus menggemakan perlawanan terhadap penjajah.
A.
Tersiarnya Berita Kekalahan Jepang.
Pada awalnya Jepang telah berhasil
menghancurkan Pangkalan laut Pearl Harbour dan
mengira kekuatan Amerika Serikat telah lumpuh karena pangkalan laut
tersebut telah berhasil dihancurkan. Akan tetapi, ternyata dalam waktu singkat
Amerika Serikat dan sekutunya bangkit kembali guna menyusun kekuatan baru di
Australia. Oleh karena itu, ketika Jepang berusaha menguasai Australia, sekutu
berhasil memukul mundur kekuatan Jepang dalam pertempuran di Laut Karang pada 7
Mei 1942.
Sejak pertempuran tersebut, kedudukan Jepang di Indonesia menjadi
terancam. Jepang kemudian memandang perlu untuk mengikutsertakan kekuatan
pribumi dalam setiap peperangan yang melibatkannya. Jepang berusaha memikat
rakyat Indonesia agar mau membantunya dalam Perang Asia Timur Raya. Sebagai
perwujudannya, Jepang membentuk beberapa kesatuan militer dan semi militer,
seperti Heiho, Peta, Seinendan, Keibodan, dan Fujinkai. Agar bangsa Indonesia
semakin bersimpati, pada 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso mengeluarkan
janji kemerdekaan. Dalam pidatonya didepan parlemen jepang, Koiso menjanjikan
kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dikemudian hari.
Pada 29 April 1945 Jepang menyetujui
terbentuknya Dokuritsu Jumbi Cosakai(BPUPKI) sebagai awal realisasi janji kemerdekaan.
Jepang mengumumkan terbentuknya badan ini bersamaan dengan hari kelahiran
kasisarnya. Badan yang diketuai dr. Radjiman Wediodiningrat ini mempunyai tugas
utama, mempelajari dan menyusun rencana pembangunan perintahan Indonesia
merdeka. Sejalan dengan peristiwa itu, kedudukan Jepang di berbagai front
pertempuran di Asia Pasifik semakin terdesak Sekutu. Untuk merealisasikan
bantuan dari rakyat Indonesia dan memperkuat janji kemerdekaan, pada akhir Juli
1945 Jepang mengadakan rapat di Singapura. Dalam rapat itu diputuskan bahwa
kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada 7 September 1945.
Pada 7 Agustus 1945 panglima tentara Jepang di
Asia Tenggara, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Jumbi
Inkai(PPKI). Badan ini dibentuk sebagai pengganti BPUPKI yang dianggap telah
selesai menjalankan tugasnya. Badan ini bertugas menyiapkn segala sesuatu yang
berkaitan dengan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah Jepang kepada
bangsa Indonesia. Jenderal Terauchi kemudian memanggil tiga tokoh PPKI ke markas
besarnya di Dalat, Vietnam Selatan pada 9 Agustuss 1945. Ketiga tokoh tersebut
ialah Ir. Soekarno, Drs. Mohommad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat.
Kehadiran mereka di Dalat berkenaan dengan pelantikan PPKI secara simbolis.
Tiga hari sesudah pertemuaan itu, Jenderal Terauchi memberitakan bahwa
kekaisaran Jepang telh memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia.
Soekarno dan kawan-kawan pulang ke
tanah air pada 14 Agustus 1945. Sebelum tiba di tanah air, mereka singgah di
Singpura dan sempat bertemu tokoh-tokoh PPKI dari Sumatera, seperti Moh. Amir,
Teuku Hasan, dan Abdul Abbas. Dalm pertemuaan singkat itu mereka sama-sama
memperkirakan kekalahan Jepang akan terjadi dalam waktu relative singkat.
Dugaan para tokoh pejuang tersebut ternyat benar. Pada 6 dan 9 Agustus 1945
Amerika Serikat telah menjatuhkan bom atom di Hirosima dan Nagasaki. Ribuan
rakyat Jepang tewas dalam peristiwa tersebut dan berbagai fasilitas kehidupan
di kedua kota itu mengalami rusak berat.
Pengeboman kedua kota itu rupanya
membuat Jepang mengajukan permintaan damai pada 10 Agustus 1945. Namun,
permintaan ini ditolak sekutu. Pihak sekutu hanya mau menerima penyerahan tanpa
syarat dari Jepang. Berita permintan Jepang itu ternyata didengar oleh Sutan
Sjahrir dari radio gelapnya. Oleh karena itu, begitu Soekarno-Hatta tiba di
tanah air, Sjahrir mendesak kedua pemimpin bangsa tersebut untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Soekarno-Hatta belum dapat menanggapi
desakan itu. Mereka berdalih, berita kekalahan Jepang masih simpang-siur.
Selain itu, mereka juga menyadari bahwa
kekuatan Jepang di Indonesia masih kuat dan utuh.
Sesudah Jepang mnyerah tanpa syarat
kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, Indonesia berada dalam keadaan vacuum of
power (kosong kekuasaan). Artinya, pada saat itu tidak ada satu pun
pemerintahan yang berkuasa di Indonesia. Jepang telah menyatakan kalah kepada
Sekutu, sedangkan pihak sekutu sebagai pemenang perang belum sempat
menggantikan kedudukan Jepang di Indonesia.
Dalam situasi seperti itu, para tokoh
pejuang kemudian melakukan berbagai kegiatan untuk mewujudkan kemerdekaan
Indonesia. Beberapa pertemuan para tokoh pejuang di Jakarta berhasil merumuskan
langkah-langkah penting dalam mempersiapkan dan menyongsong kemerdekaan
Indonesia. Kegiatan yang diadakan pada saat itu meliputi hal berikut:
1. Menentukan saat yang tepat
untuk memproklamasikan kemerdekaan,
2. Menentukan tokoh yang akan memproklamasikan
kemerdekaan,
3. Menyusun teks proklamasi,
4. Menentukan bentuk pelaksanaan
proklamasi yang tepat, dan mempersiapkan perlengkapan Negara yang kelak
diperlukan.
B.
Peristiwa Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Ketika kekosongan kekuasaan terjadi,
para tokoh pejuang berbeda pendapat menyangkut pelaksanaan waktu proklamasi.
Berkenaan dengan hal itu, muncul beberapa pendapat yang menjadikan timbulnya
pemisahan antara kelompok pejuang tua dan muda. Tokoh golongan tua antara lain
adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Moh. Yamin, dr.
Buntarn, dr. Samsi, dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Sebaliknya, B.M. Diah Sukarni,
Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh
dianggap mewakili golongan muda.
Golongan tua bersikap amat hati-hati
dalm mencermati masa vacuum of power. Mereka berpendapat bahwa kemerdekaan
harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perjanjian dengan Jepang. Bagi
golongan tua, pembicaraan tentang proklamasi kemerdekaan hanya dimungkinkan
apabila dalam wadah PPKI. Melalui cara ini proklamasi kemerdekaan tidak akan
menimbulkan pertumpahan darah. Golongan tua menyadari, kekuatan jepang di
Indonesia masih sangat kuat dan utuh. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa
Jepang diberi tugas oleh sekutu untuk mempertahankan status quo Indonesia.
Sebaliknya, golongan muda bersikap amat
agresif. Mereka menginginkan proklamasi kemerdekaan secepatnya dilaksanakan
sebelum sekutu mengambillih kekuasaan dari Jepang. Para pemuda menginginkan
pelaksanaan proklamasi kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang. Kemerdekaan
Indonesia harus diusahakan sendiri, bukan sebagai hadiah dari Jepang. Oleh
karena itu, golongan muda tidak menyukai keterlibatan PPKI yang dianggapnya
sebagai buatan Jepang. Kendati demikian, diantara kedua golongan sepakat untuk
menetapkan tokoh yang pantas mendapat tugas memproklamasikan kemerdekaan.
Mereka mempercayakan Soekarno Hatta dianggap memiliki wibawa yang tinggi di
mata golongan tua dan muda. Kedua tokoh ini memiliki kepiawaian diplomasi
sehingga dapat menarik simpati perwira-perwira Jepang dalam mendukung
kemerdekaan Indonesia.
Kedua golongan memang memiliki sikap
yang berbeda dalam menenukan saat yang tepat untuk memproklamasikan
kemerdekaan. Akan tetapi, perbedaan sikap ini tidak menghambat perjuangan
diantara keduanya. Meskipun demikian, perbedaan di antara keduanya sempat
menajam ketika masing-masing bersikeras dengan kehendaknya. Peristiwa
Rengasdengklok adalah bukti bahwa dua kekuatan yang pernah berjuang dalam
proklamasi kemerdekaan sempat berselisih paham saat mewujudkan cita-cita
bangsa.
1. Peristiwa Pengamanan
Soekarno-Hatta di Rengasdengklok
Seiring dengan menyerahnya Jepang
kepada sekutu, para pemuda dipimpin Chaerul Saleh melakukan pertemuan di salah
satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Pertemuan
yang berlangsung pada 15 Agustus 1945 pukul 20.00 ini menghasilkan keputusan yaitu
:
a. Mendesak Soekarno-Hatta untuk
memproklamsikan kemerdekaan pada hari itu juga,
b. Menunjuk Wikana, Darwis, dan
Subadio Sastrosatomo untuk menemui Soekarno-Hatta dan menyampaikan keputusan
rapat dengan catatan, kemerdekaan tidak diproklamsikan melalui PPKI, serta
c. Membagi tugas kepada para
mahasiswa, pelajar, dan pemuda Jakarta untuk merebut kekuasaan dari tangan
Jepang.
Sesuai keputusan rapat, pada sekitar
pukul 22.00 WIB. Wikana dan kawan-kawan menemui Ir. Soekarno di kediamannya
Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta. Pada pertemuan tersebut, Wikana
menyampaikan bahwa rapat telah menentukan, kemerdekaan harus segera diproklamasikan
oleh Soekarno pada 16 Agustus 1945. Jika keinginan tersebut tidak dilaksanakan,
Wikana memberitahukan kemungkinan terjadinya pertumpahan darah. Mendengar
pernyataan yang bernada mengancam itu, Soekarno menjadi marah. Dengan serta
merta, ia menolak permintaan dan tuntuan golongan muda tersebut.
Para pemuda tidak putus asa atas
penolakan itu. Mereka kemudian melaksanakan pertemuan kembali di Asrama Baberpi
di Jalan Cikini No. 71 Jakarta. Rapat tersebut dilangsungkan pada pukul 24.00.
Diakhir rapat diputuskan bahwa mereka harus membawa Soekarno-Hatta ke
Rengasdengklok. Tujuannya adalah untuk menjauhkan kedua tokoh pejuang tersebut
dari tekanan dan pengaruh Jepang. Sesuai rencana, pada 16 Agustus 1945 pukul
04.00 Soekarno dan Hatta dibawa para pemuda ke Rengasdengklok dipimpin oleh
Syodanco Singgih. Kepada Soekarno-Hatta para pemuda menyampaikan alasan bahwa
semangat rakyat akan kemerdekaan yang begitu meluap akan dapat mengancam
Soekarno-Hatta apabila masih berada di Jakarta. Setelah melalui perdebatan, kedua
tokoh tersebut menerima alasan yang dikemukakan para pemuda.
Berangkatlah Soekarno beserta Ibu
Fatmawati dan Guntur (puteranya yang masih bayi) dalam satu mobil. Moh. Hatta
dan para pengawalnya berada didalam mobil lainnya. Supaya keberangkatan mereka
tidak dicurigai Jepang,
Soekarno-Hatta dan para pengawalnya mengenakan pakaian seragam Peta dengan mengendarai
kendaraan militer.
Sehari penuh Soekarno-Hatta berada di
Rengasdengklok. Para pemuda menekan mereka berdua supaya melaksanakan
proklamasi yang lepas dari kaitan Jepang. Namun, keinginan mereka tidak
terlaksana karena wibawa kedua tokoh tersebut cukup besar. Para pemuda amat
segan untuk melakukan penekanan secara terus-menerus. Menyikapi situasi seperti
itu, Syodanco Singgih berusaha melakukan pembicaraan kembali dengan Soekarno.
Dalam suasana tegang, akhirnya Soekarno menyetujui proklamasi dakan diucapkan
tanpa campur tangan Jepang. Soekarno menyatakan kesediannya apabila sudah
berada kembali di Jakarta. Betapa gembira para pemuda mendengar pernyataan itu.
Syodanco Singgih menyalami Soekarno. Para pemuda segera merencanakan untuk
kembali ke Jakarta. Mereka hendak menyampaikan rencana proklamasi kepada
kawan-kawannya.
Pada saat yang sama, di Jakarta
dilangsungkan pertemuan antara golongan tua yang diwakli Mr. Achmad Soebardjo
dan golongan muda yang diwakili Wikana. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilakukan di Jakarta. Atas dasar
kesepakatan itu, Achmad Soebardjo segera menjemput Soekarno-Hatta di
Rengasdengklok. Keberangkatan mereka diantar Yusuf Kunto sebagai wakil pemuda
dan Sudiro selaku sekretaris pribadinya. Mereka tiba di Rengasdengklok pada
pukul 17.30 WIB. Dalam pertemuan dengan para pemuda di Rengasdengklok, Achmad
Soebardjo member jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamsi kemerdekaan
akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945. Atas jaminan itu, para pemuda kemudian
bersedia melepaskan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.
2. Perumusan Teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
Rombongan Soekarno-Hatta tiba kembali
di Jakarta sekitar pukul 23.00 WIB pada 16 Agustus 1945. Semula tempat yang
dituju adalah Hotel des Indes (Duta Indonesia). Namun, tidak jadi karena pihak
hotel tidak mengizinkan kegiatan apapun selepas pukul 22.30 WIB. Di hotel yang
terletak di Jalan Gajah Mada ini, pada pagi sebelumnya juga telah direncanakan
pertemuan anggota PPKI, tetapi pihak Jepang melarangnya.
Dalam keadaan demikian, Achmad
Soebardjo berhasil meminjam tempat seorang perwira angkatan laut Jepang yang
bersimpati kepada bangsa Indonesia, yaitu Laksamana Maeda. Rombongan Soekarno
kemudian berangkat ke Myakodori(Nassau Boulevard) di Jalan Imam Bonjol no. 1
Jakarta. Di rumah Maeda ini dilangsungkanlah pertemuan anggota PPKI dan para
pemuda untuk membahas persiapan proklamsi kemerdekaan.
Di ruang makan, dirumuskan naskah
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Maeda sebagai tuan rumah tidak ikut campur
tangan dan lebih memilih pergi ke kamar tidurnya di lantai dua. Tiga eksponen
pemuda, yaitu Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Moh. Hatta,
dan Achmad Soebardjo membahas perumusan naskah proklamasi. Tokoh-tokoh lainnya
menunggu di serambi muka rumah itu.
Acara perumusan naskah proklamasi
berjalan lancar. Tidak ditemukan kesulitan untuk menemukan rumusan yang tepat.
Kalimat pertama rumusan itu merupakan buah pikir dari Soekarno dan Achmad
Soebardjo yang diambil dari teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan
kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Moh. Hatta.
Setelah naskah proklamasi selesai
dirumuskan, rombongan menemui hadirin di serambi muka. Pada pukul 04.00 WIB.
Soekarno membacakan rumusan nasakah proklamasi kemerdekaan yang langsung
disetujui oleh hadirin. Namun, kemudian timbul persoalan tentang siapa yang
harus menandatangani teks itu. Soekarno-Hatta menyarankan agar mereka yang
hadir menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia.
Usul itu tidak disetujui oleh sebagian besar hadirin. Sukarni lantas mengusulkan
agar yang manandatangani naskah proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno
dan Hatta. Mereka ditunjuk sebagai wakil dan atas nama bangsa Indonesia karena
kedua tokoh tersebut dikenal sebagai pemimpin utama bangsa. Para tokoh yang
hadir akhirnya menyetujui usulan Sukarni.
Dengan disetujuinya usulan Sukarni,
Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah itu berdasarkan
tulisan tangan Soekarno. Setelah naskah proklamasi ditandatangani
Soekarno-Hatta, muncul persoalan mengenai tempat dibacakan naskah proklamasi.
Sukarni memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya telah diserukan
berkumpul di Lapangan Ikada untuk mendengarkan pembacaan naskah proklamasi. Akan
tetapi, Soekarno tidak menyetujuinya. Soekarno khawatir akan timbul bentrokan
antara rakyat dengan penguasa militer Jepang. Ia lalu mengusulkan agar
pembacaan naskah proklamasi dilakukan dirumah kediamannya. Ia memiliki halaman
yang cukup luas untuk ratusan orang. Usul ini disetujui sehingga pembacaan
naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia akhirnya akan berlangsung di Jalan
Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta pada hari Jum’at 17 Agustus 1945.
C.
Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Para tokoh pejuang kemerdekaan berhasil
merampungkan pekerjaan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia kira-kira
pukul 04.30 WIB. Tokoh-tokoh dari golongan tua dan muda meninggalkan kediaman
Laksamana Maeda dengan diliputi perasaan bangga dan gembira. Mereka pulang ke
rumah masing-masing. Namun, banyak pula pemuda yang tidak langsung pulang ke
rumahnya. Mereka membagi pekerjaan dalam kelompok-kelompok untuk memberitakan
saat proklamasi tiba.
Kelompok pemuda yang bermarkas di Jalan
Bogor Lama berusaha untuk mencari dan mengatur pelaksanaan penyiaran berita
proklamasi. Dalam situasi yang mencengkam, mereka menyebarluaskan beberapa
pamphlet ke seluruh tempat di Jakarta dan sekitarnya. Pengeras suara dan
mobil-mobil dikerahkan ke segenap penjuru kota. Semua itu dilakukan untuk
mengerahkan massa agar ikut menyaksikan pembacaan proklamasi di Jalan
Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta.
Akan tetapi, tanpa diduga siapa pun,
sejak pagi hari berbondong-bondong beberapa kelompok pemuda membanjiri Lapangan
Ikada. Para pemuda datang ke Lapangan Ikada karena informasi dari
kawan-kawannya yang disampaikan dari mulut ke mulut. Mereka menyangka
proklamasi akan diucapkan di Lapangan Ikada. Rupanya, pihak Jepang pun telah
mencium isu akan adanya kegiatan di Lapangan Ikada. Akibatnya, sejak pagi hari
Lapangan Ikada dijaga ketat pasukan Jepang yang bersenjata lengkap.
Sudiro selaku pimpinan barisan pelopor
hadir pula di Lapangan Ikada. Melihat pasukan Jepang di situ, ia segera kembali
dan melapor kepada kepala keamanan Soekarno, dr. Muwardi tentang situasi di
lapangan Ikada. Dari dr. Muwardi, Sudiro mendapat penjelasan bahwa pelaksanaan
proklamasi tidak dilakukan di Lapangan Ikada. Sudiro segera kembali ke Lapangan
Ikada untuk memberitahukan hal tersebut kepada kelompok-kelompok pemuda.
Di kediaman Ir. Soekarno, kesibukan
tampak mewarnai rumah yang cukup luas tersebut. Sejak pagi sejumlah massa
pemuda telah memadati halaman rumah. Rakyat di luar kota telah berdatangan
dengan pakaian hitam-hitam dan bersenjatakan kelewang. Untuk menjaga keamanan
dan ketertiban jalannya proklamasi, dr. Muwardi meminta Syodanco Latief
Hendraningrat berjaga-jaga disekitar kediaman Ir. Soekarno. Latief memenuhi
permintaan itu. Ia dan beberapa prajurit Peta berjaga-jaga di sekitar jalan
kereta api yang membujur di belakang rumah. Sejumlah pasukan Peta juga telah
disiagakan di Asrama Jaga Monyet. Pasukan ini sewaktu-waktu dapat dihubungi
melalui pesawa telepon apabila terjadi insiden oleh pihak Jepang. Syodanco
Arifin Abdurrahman selaku pimpinan pasukan selalu siap siaga di dekat pesawat
telepon di rumah Soekarno.
Persiapan peralatan yang diperlukan
dalam pembacaan teks proklamasi dilakukan oleh Mr. Wilopo setelah mendapat
perintah dari Wakli Walikota Jakarta Suwiryo. Ia meminjam mikrofon dan pengeras
suara kepada Gunawan, pemilik took radio Satria di Salemba Tengah no. 24.
Gunawan tidak keberatan meminjamkan peralatan tersebut dan bahkan ia mengirim
seorang teknisinya. Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk menyiapkan satu
tiang bendera. Sudud segera mencari tiang di belakang rumah. Ia mengambil sebatang
bamboo, membersihkan, dan member lubang untuk memasukkan tali bendera. S. Suhud
tidak ingat lagi bahwa sebenarnya di depan rumah ada dua tiang bendera dari
besi yang tidak digunakan.
Menjelang pukul 10.00 hampir semua
tokoh pejuang telah hadir di Pegangsaan Timur. Mereka antara lain adalah dr.
Buntaran Marmoatmojo, Mr. A.A. Maramis, Mr. Latuharhary, Abikusno Cokrosuyoso,
Anwar Cokroaminoto, Harsono Cokroaminoto, Otto Iskandardinata, Ki Hajar
Dewantara, Sam Reatulangie, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, Sayuti Melik, Pandu
Kartawiguna, M. Tabrani, dan A.G. Pringgodigdo. Para pemuda yang sudah menunggu
sejak pagi hari sudah tidak sabar lagi. Mereka kemudian mendesak dr. Muwardi
agar mengingatkan Soekarno bahwa hari sudah siang. Muwardi terpaksa mendatangi
Soekarno di kamarnya setelah mendapat desakan terus-menerus. Namun, permintaan
itu ditolak Soekarno dengan alasan, proklamasi kemerdekaan tidak mungkin
dibacakan tanpa kehadiran M. Hatta. Kendati demikian, Muwardi terus mendesak
Soekarno. Mendapat desakan itu Soekarno menjawab keras, “Saya tidak akan
membacakan proklamasi kalau Hatta tidak ada. Kalau Mas Muwardi tidak mau
menunggu, silahkan membaca proklamasi itu sendiri!”.
Pada saat situasi seperti itu,
terdengar suara Bung Hatta. Dengan berpakaian putih-putih, Hatta datang lima
menit sebelum acara dimulai. Bung Hatta langsung menemui Soekarno. Segera
sesudah itu, kedua tokoh bangsa tersebut kemudian menuju tempat yang telah
disediakan.
Upacara proklamasi kemerdekaan
berlangsung tanpa protocol. Latief Hendraningrat member aba-aba siap kepada
seluruh barisan pemuda. Semua yang hadir berdiri tegak dengan sikap semupurna.
Suasana menjadi sangat hening. Soekarno dan Hatta dipersilahkan maju beberapa
langkah dari tempatnya semula. Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan sebelum
membacakan teks proklamasi kemerdekaan.
Saudara-saudara sekalian!
Saya telah minta Saudara hadir
disini untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuan untuk kemerdekaan
tanah air kita. Bahkan telah berates-ratus tahun. Gelombang aksi kita untuk
mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya, tetapi kita tetap
menuju kearah cita-cita. Juga di dalam zaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan
diri kepada mereka. Tetapi pada hakikatnya, tetap kita menyusun tenaga kita
sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya
kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib
dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam
telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh
Indonesia, permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah
dating saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara!
Dengan ini kami menyatakan
kebulatan tekad. Dengarkanlah proklamasi kami.
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan
dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta,
hari 17 bulan 8 tahun 45
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Demikianlah Saudara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka.
Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai
saat ini kita menyusun negara kita! Negara merdeka, negara republik Indonesia
merdeka, kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.
Acara dilanjutkan dengan pengibaran
sang saka merah putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak
tangga terakhir dari serambi muka. Jarak antara kedua tokoh itu dengan tiang
bendera kira-kira dua meter. Suhud segera mengambil bendera merah putih di atas
baki yang telah disediakan. Ia mengikatkan bendera itu ke tali tiang bendera
dengan bantuan Syodanco Latief Hendraningrat. Kedua orang ini menaikkan bendera
merah putih secara perlahan-lahan.
D.
Pengesahan UUD 1945, pemilihan dan Pengangkatan Presiden serta Wakil Presiden
RI yang Pertama.
Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan,
para tokoh pendiri RI disibukkan dengan kegiatan membentuk lembaga pemerintahan
dan kenegaraan. Untuk keperluan tersebut perlu ditetapkan sebuah UUD sehingga
lembaga pemerintahan dan kenegaraan yang baru terbentuk akan memiliki pedoman
kerja yang terarah.
Sesudah proklamasi kemerdekaan, bangsa
Indonesia memang belum memiliki UUD, presiden dan wakilnya, serta perangkat
lembaga pemerintahan lain. Untung BPUPKI jauh-jauh hari telah mempersiapkan dan
bahkan tinggal dirampungkan oleh PPKI. Lembaga PPKI yang pada saat itu menjadi
satu-satunya organisasi tertinggi yang dimiliki bangsa Indonesia kemudian
melakukan siding-sidang. Pada 18 Agustus 1945 PPKI melksanakan siding yang
pertama dengan menghasilkan keputusan sebagai berikut.
1. Mengesahkan dan menetapkan UUD
negara RI, yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945.
2. Memilih dan menetapkan Ir.
Soekarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
3. Sebelum terbentuknya MPR,
pekerjaab presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
1.
Pengesahan UUD 1945
UUD (konstitusi) merupakan peraturan
negara tertinggi yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi sumber dari
perundang-undangan lain yang dikeluarkan oleh negara. UUD disusun untuk mengatur
kehidupan bermasyarakat berbangsa, dan bernegara.
UUD merupakan hokum dasar tertulis.
Hukum dasar tertulis di Indonesia dirancang oleh BPUPKI dalam sebuah Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pekerjaan
tersebut kemudian dirampungkan dan disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.
UUD 1945 diumumkan dalam berita RI
tahun ke- 2 Nomor 7 Tahun 1946.
Sistematika UUD 1945 terdiri atas berikut ini.
a. Pembukaan (mukadimah) yang
meliputi empat alinea (paragraf).
b. Batang Tubuh UUD yang
merupakan isi dan terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, dan
2 ayat Aturan Tambahan.
c. Penjelasan UUD yang terdiri
dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
Sebelum PPKI mengesahkan UUD 1945, Soekarno
dan Hatta menugaskan Ki Bagus Hadikusumo, K. H. Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singo
dimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk membahas rancangan Pembukaan UUD
tersebut dinamakan sebagai Piagam Jakarta. Namun, rancangan tersebut telah
menimbulkan keberatan dari sejumlah pihak karena adanya satu kalimat yang
dianggap dapat merintangi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Kalimat
tersebut adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Selama 15 menit mereka membahas persoalan tersebut.
Akhirnya, mereka kemudian bersepakat untuk menghilangakn kalimat itu. Mereka
mengganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Setelah PPKI berhasil mengesahkan UUD
1945, Ir. Soekarno lalu mengeluarkan pernyataan, “Dengan ini tuan-tuan
sekalian, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia serta peraturan peralihan
telah sah ditetapkan. Dengan demikian pada tanggal 18 Agustus 1945 bangsa
Indonesia memperoleh landasan kehidupan bernegara, yang meliputi dasar negara
yakni sebuah Undang-Undang Dasar yang kita kenal dengan nama Undang-Undang
Dasar 1945”.
2.
Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden
Sebuah negara dapat berdiri apabila memenuhi
syarat-syarat, yakni
a. Ada wilayahnya,
b. Ada rakyatnya,
c. Ada pemerintahan yang
berdaulat, dan
d. Mendapat pengakuan dari
negara-negara lain.
Dalam suatu negara, keberadaan kepala
negara dan kepala pemerintahan mutlak diperlukan untuk mengepalai negara dan
menjalankan roda pemerintahan. Sesuai dengan Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945, pemimpin
pemerintahan di Indonesia dipegang oleh seorang presiden. Dalam negara republik
yang menganut sistem cabinet presidensial, kekuasaan kepala negara dan kepala
pemerintahan dipegang oleh seorang presiden.
Pemilihan presiden dan wakli presiden
pertama kali dilakukan oleh PPKI. Hal ini sejalan dengan ketentuan pada Pasal 3
Aturan Peralihan UUD 1945. Dalam siding pertama PPKI, Otto Iskandardinata
mengusulkan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi.
Usul ini disetujui anggota PPKI sehingga PPKI kemudian memilih dan menetapkan
Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden
RI. Ketokohan kedua orang ini dinilai tidak ada bandingannya saat itu sehingga
pemilihan dan penetapan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi.
Sumber : Buku Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Penerbit : Yudhistira
No comments:
Post a Comment
Masukan Komentar Anda..